Tradisi Kupatan
Di Indonesia, kita banyak
menemukan berbagai tradisi yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk
menjaga apa yang sudah dipraktekkan oleh nenek moyang mereka. Tradisi adalah
suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat secara turun-temurun, dari
generasi ke generasi, dan terus dilestarikan serta dijaga oleh masayarakat
setempat. Tradisi ini secara umum bersifat transcendental, yaitu terdapat unsur
kepercayaan seperti animisime dan dinamisme.
Dalam pewarisan kepada generasi selanjutnya, tradisi ini
bersifat dinamis, atau terus berkembang dan mengalami perubahan baik dalam
skala besar maupun kecil. Inilah yang dikatakan dengan invented tradition,
dimana tradisi tidak hanya diwariskan secara pasif, tetapi juga direkonstruksi
dengan maksud membentuk atau menanamkannya kembali kepada orang lain. Oleh
karena itu, hubungan Islam dengan tradisi atau kebudayaan selalu terdapat
variasi interpretasi sesuai dengan konteks lokalitas masing-masing, karena
setiap daerah pasti memiliki tradisi maupun budaya yang berbeda-beda.
Tradisi Kupatan merupakan tradisi yang dilakukan dan
dilestarikam oleh masyarakat desa Durenan, kecamatan Durenan, kabupaten
Trenggalek, Jawa Timur. Tradisi ini merupakan sebuah bentuk budaya
slametan-tradisi yang biasa dilakukan oleh umat Islam di Indonesia untuk
mengharapkan keselamatan-yang berhubungan dengan hari besar Islam, yaitu hari
Raya Idul Fitri. Tradisi ini biasa dilakukan pada hari ke-delapan bulan Syawal
setelah masyarakat desa Durenan melaksanakan ibadah Puasa Sunnah Syawal enam
hari.
Disebut Kupatan karena
tradisi ini dilakukan dengan menyajikan sebuah makanan yang bernama Ketupat.
Ketupat merupakan makanan khas dari bahan baku beras, dibungkus dengan
selongsong dari janur/daun kelapa yang dianyam berbentuk segi empat (diagonal),
kemudian direbus. Makanan khas ini sering muncul pada bulan Syawal, di mana
kita telah selesai melaksanakan ibadah Puasa selama bulan Ramadhan penuh.
Tradisi ini dilakukan oleh
masyarakat desa Durenan agar bisa mendapatkan suatu keberkahan dan keselamatan
dari Allah SWT, karena tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat
silaturahmi, memberikan jamuan kepada kerabat, saudara dan tamu, serta
memperkenalkan tradisi ini kepada generasi penerus dan kepada siapa saja yang
berkenan.
Tradisi kupatan ini sudah
dilaksanakan oleh masyarakat desa Durenan selama hampir 200 tahun. Masyarakat
desa Durenan meyakini bahwa tradisi tersebut harus terus dilestarikan dan
dijaga, karena tradisi ini juga diyakini sebagai wujud praktik dari keutamaan
ajaran hadis Nabi yang berkaitan tentang silaturahmi, sedekah, dan memuliakan
tamu yang dituangkan dalam bentuk praktek kupatan buka rumah, walaupun mereka
tidak mengetahui hadis mana yang digunakan.
Mbah Mesir merupakan tokoh
yang memperkenalkan tradisi ini. Pada waktu itu, tradisi tersebut masih belum
dikenal oleh masyarakat luas. Setelag beliau meninggal, tradisi kupatan
diteruskan oleh para ulama’ setempat, sehingga tradisi ini kini bisa dikenal
oleh masyarakat luas. Melalui para ‘ulama inilah masyarakat meyakini bahwa
tradisi kupatan bukanlah tradisi yang tidak memiliki dasar atau dalil.
Jika kita analisis, maka
bisa kita simpulkan bahwa tradisi kupatan ini membawa dampak social yang besar
di dalam masyarakat desa Durenan. Melalui tradisi ini, interaksi antar warga
semakin erat. Mereka memiliki sebuah keyakinan yang sama terhadap tradisi ini.
Dengan adanya pemimpin desa yang juga ikut andil dalam pelaksanaan tradisi ini
memperkuat budaya masyarakat setempat.
Komentar
Posting Komentar